Senin, 24 November 2008

Lamaran

Dia bukanlah musashi
Ksatria samurai yang senantiasa menginspirasiku
Dan dia bukanlah Taiko
Pelayan berwajah monyet yang menjadi Kaisar
Dan senantiasa mengilhamiku dengan kecerdasan-kecerdasannya
Tapi bisa jadi
Dia adalah pangeranku
Yang kan merajai hatiku
Dan menyelamatkanku dari kesendirian

Setelah ta'aruf dengan keluargaku akhirnya Kang Fikri memutuskan untuk mengajak keluarganya mengkhitbahku. Sebelum 'lamaran' aku dan Kang Fikri berkomunikasi via Begin Troys. Jadi baik aku maupun Kang Fikri tidak punya nomor hp masing-masing . Dan hal ini yang jadi pemicu konflik di keluarga Kang Fikri. Ceritanya gini...

Sebelum keluarga Kang Fikri ke rumah aku disuruh kenalan dulu dengan keluarganya di penginapan. Tiba di penginapan Kang Fikri tidak ada. Aku langsung ketemu dengan calon ibu mertua dan calon kakak ipar. Awalnya calo ibu mertua ramah tapi ketika aku disuruh nelpon Kang Fikri trus aku bilang tidak punya nomor hpnya beliau jadi emosi. " Lha mau nikah kok gak punya nomor telpon masing-masing trus berkomunikasinya gimana ??" Aku jelaskan kalau kami berkomunikasi via Begin. Wah beliau tambah sewot, " Emang Begin yang mau nikah...!!" Bla..bla...duh..kesan pertama sudah menyeramkan tapi alhamdulillah lamaran berjalan sukses.

Tragedi itu belum berakhir. Rencana pernikahan kami yang awalnya tidak ada pertentnagan mulai diusik. Ibu Kang Fikri mulai mempertanyakan 'sejauh mana kami saling kenal satu sama lain'. Yang nikah setelah pacaran bertahun-tahun saja banyak yang kandas apalagi tidak kenal sama sekali. Dan setelah saya menikah saya juga tahu bahwa rencana pernikahan kami menjadi gosip hangat di tetangga ( tetangga depan dan samping rumah sudah seperti keluarga). Katanya sering sekali Ibu dan Kang Fikri bertengkar (*beda pendapat). Mulai soal undangan, seserahan...pokoknya ramai.
Selidik punya selidik ternyata Kang Fikri kurang sosialisasi soal gaya 'pernikahan' kami yang tanpa pacaran.

Sedang di keluargaku adem ayem..hehehe..maklum aku terbiasa memutuskan segala sesuatu sendiri tanpa intervensi siapa pun. Kalau aku sudah memilih jalan ya dijalani dan resiko ditanggung sendiri tapi doa orang tua senantiasa menyertai.

Selama ta'aruf dan lamaran aku menyimpan rapat prosesku dengan Kang Fikri di lingkungan teman-temanku di kampus dan di kantor. Bahkan teman-teman dekatku termasuk Merry, Rubu, dan Munif yang kukorek habis-habisan untuk cari info tentang Fikri tidak pernah curiga sedikitpun. Dan ketika kami sedang berkumpul di rumah Bu Attin. Tiba-tiba Bu Attin bicara, " Kayaknya Ubai ada kabar gembira nih..ayo cerita dong ke teman-teman.." Waduhhh..aku kaget karena gak siap dan mukaku jadi merah pias. Semua mata menatapku. Duh...Akhirnya," Saya akan menikah tanggal 21 Desember dengan Fikri Abdurahman..."
"Ubai...." Rubi berteriak..
"KOk gak cerita-cerita sih..."
Dan ternyata gosip itu juga menyebar di kalangan ikhwan. Awalnya saya kira teman-teman akhwat tadi yang nyebarain tapi ternyata penyebarnya adalah Kakak Kang Fikri yang lagi ambil S2 di Ugm...yahhh


Selasa, 18 November 2008

Foto Bareng Gola Gong

Hari ini suami ngajak kami sekeluarga ke Indonesia Book Fair di JHCC. Seneng banget deh karena dari dulu saya paling hobby datang ke pameran buku dan tanaman. Walau gak beli melihat buku-buku dan pepohonan hias mampu merilekskan pikiran.
Rupanya kami datang kepagian jadi harus nunggu pintu dibuka. Alhamdulillah Azzam dan Asma gak rewel. Suami ketemu teman kantornya. Saya duduk di kursinya Pak Satpam yang bertampang serius sambil mengamati pengunjung lainnya. Tiba-tiba mata saya tertuju satu sosok yang sepertinya sangat familiar. Saya coba mengingat-ingat tapi memorinya tetap tak muncul. Saya amati lagi postur laki-laki itu. Baru saya ingat kalau orang itu adalah Gola Gong..wajahnya mirip dengan foto yang ada di buku Balada Si Roy. Waktu SMP saya kesengsem berat dengan buku itu selain buku Musashi dan Taiko.
" Abi, tuh ada Gola Gong..," bisik saya ke suami.
"Mana...??" tanya suami.
"Tuh yang pakai koko ijo. Ummi harus beli bukunya..."

*****

Jam sepuluh kita masuk ke area pameran di JHCC. Beda dengan di Istora di JHCC tempatnya bersih dan ber-ac. Setelah beli buku cerita dan edu game untuk Asma saya nyari bukunya Gola Gong. Akhirnya dapet juga plus tanda tangan langsung dari Gola Gong. Suami dan Asma berpose bareng Gola Gong. Lumayanlah sedikit narcis..hehehe..Salutnya buku-buku Gola Gong tidak mahal. Dari situ kita muter-muter lagi. Setelah dapet buku-buku lainnya kita pulang khawatir teler..maksudnya dompetnya yang teler karena setiap melihat buku saya pasti minta dibeliin. Hehehe..
Di rumah kita mau pamer foto bareng Gola Gong ke nenek tapi foto bareng Gola Gongnya setelah dicari-cari di file hp gak ketemu. Yach...jangan-janagn kehapus saat diotak atik ama Asma. Gak jadi deh foto bareng Gola Gong...

Minggu, 16 November 2008

Ta'aruf

Waktu untuk tatap muka alias ta'aruf pun ditentukan. Jum'at sore, ba'da maghrib. Jumat sore agendaku banyak juga. Menyelesaikan kerjaan kantor yang menumpuk dan ngisi kajian pekanan.
Setelah bernegoisasi dengan teman-teman kantor akhirnya aku bisa pulang duluan. Kupacu mushasiku ke arah kampus UGM. Dan ketika sampai di sekip tiba-tiba musashi mogok. Waduh....padahal aku harus ngisi kajian setengah dua. Alhamdulillah ada bengkel di dekat tempat mogok. Pak bengkel tampak kepayahan membongkar musashi. Akhirnya dia ngaku kalau lagi belajar otak atik motor. Duh tambah lemes deh..khawatir musashi tambah parah sakitnya.
Alhamdulillah tukang bengkel yang asli datang. Diutak atik sebentar musashi pun sehat kembali.

******

Ba'da ashar aku ke rumah Mbak Iftah. Kali ini pakai motor astrea cling..modal pinjaman. Hehehe...musashi diistirahatkan. Khawatir mogok lagi. Sesampainya di Mbak Iftah aku bantu beres-beres dikit. Mbak iftah itu orangnya enak . Kalau main ke rumahnya kita diperlakukan seperti keluarga sendiri.

Akhirnya waktu yang dinanti tiba.. Di ruang tamu terdengar suara ikhwan bicara. Kupertajam kupingku..sepertinya ada suara yang sangat familiar. Kayaknya suara Begin..nah lho kok ada Begin segala..

Mbak Iftah membuka tirai pembatas. Akhirnya kami semua bertatap muka.
'Ooo ini yang namanya Fikri. Kok endut ya' pikirku
"Bagaimana kalau kita mulai," suara Pak Rinto membuyarkan kebengonganku. Kami saling bercerita dan bertanya jawab.. Aku juga ngaku kalau gak bisa masak. Maksudnya masak yang susah-susah. Kalau sekedar masak air, nasi dan sayur bayam sih bisa..Setelah cukup lama Bu iftah menanyakan apakah proses akan berlanjut atau tidak.
" Terserah Mbak Yubaidah saja...," jawab Fikri.
" Lho kok terserah saya sih...," sanggahku.
"Kalau gitu saya mau lanjut. Insyaa Allah besok Sabtu saya bersilaturahim ke orang tua anti..,"
Saya melongo. Besok..cepat amat. Aku kan belum bicara ke orang tuaku.
" Jangan besok Pak. Ahad aja. Saya butuh waktu untuk bicara ke orang tua.."

*****

Senin, 10 November 2008

Azzam bisa tengkurep

" Nek, Azzam dah bisa tengkurep sendiri..." teriak Asma pada neneknya.
Aku yang lagi asyik makan segera ke kamar dan melihat Azzam sedang asyik ngenyot pergelangan tangannya.
'Alhamdulillah..." kataku.
Sudah seminggu ini Azzam belajar tengkurap. Awalnya dia tengkurap tapi belum bisa ngatur posisi tangan. Jadi kita yang membantunya. Tapi sejak kamrin dia sudah lihai tengkurep sendiri. Malah sudah muter-muterin badan.
Alhamdulillah..terimakasih ya Allah. Lindungilah anak-anak hamba..jadikan mereka sebagai anak yang shalih dan shalihah

Tentang Fikri

"Mbak, ada akhwat yang butuh informasi tentang Fikri Abdurachman-sipil 96. Kasih infonya ya " Sms itu kukirim ke Merry Hastuti, sahabatku sekaligus teman sejurusan Fikri Adurachman di Tehnik Sipil UGM. Kebetulan Mbak Merry juga sedang mempersiapkan pernikahannya dengan dr.Agus Wiyono di Bengkulu. Sms itu cukup diplomatis tanpa perlu menyebutkan jati diri 'akhwat' yang butuh informasih.
Kutunggu-tunggu tak ada juga balasan dari Mbak Merry. Mungkin dia lagi sibuk berat. Sore hari ba'da maghrib terdengar dering pesan masuk di HP Ericksonku. Oh ya HP Ericson ini kubeli sangat murah dari Nanang ( suami Ririn ), hanya 100 rb. Walau HPnya gedhe banget tapi bandel. Berkali-kali jatuh tidak rusak. Dan lumayan bisa untuk senajta bertahan kalau ada orang jahat. Kubuka HP-ku. 'New Message'. Hmm..dari Merry. Kubaca isinya..."Fikri itu baik,lucu dan gaul" Bik,lucu dan gaul...kurang diskriptif. Kalau aku nanya-nanya lebih detail gak enal kayaknya karena Merry lagi sibuk.

********

Akhirnya info lebih detail kudapat dari Munif. Ngoreknya pun harus muter-muter ngomongin soal KAMMI dulu. Eh..trus nyangkut juga tentang Fikri.
"Mbak, Bendahara Komsat UGM dulu kalau diundang dana usaha KAMDA kok jarang datang ya.." pancingku.
"Oh itu si Fikri." jawab Munif.
"Yang mana sih Mbak orangnya.."
"Lho kamu gak tahu tho.. Wong akhwat-akhwat suka geli kalau ingat pas Fikri jadi pjs KOMSAT..."
Beneran kata Mbak Merry kalau Fikri orangnya lucu.
" Mungkin saking pusingnya mikirin KOMSAT, dia itu pernah rapat kayak orang belum mandi. Rambutnya acak-acakan , tampangnya kumel..." Munif ketawa geli.
Waduh...
"Tapi orangnya amanah, mungkin pas diundang KAMDA dia lagi sibuk jadi gak bisa datang"
Lumayanlah dapat tambahan info lagi. Selain itu aku juga mengorek keterangan dari akhwat lain. Sebenarnya sih banyak ikhwan yang bisa dikorek infonya tapi gak pedelah. Ada Pipit alias Fitrian ( Suaminya BundaSalmawafa ), Begin, Memet...

*******

Setelah info dirasa cukup dan istikharah aku mantap untuk melanjutkan proses. Kutelpon Bu Iftah untuk memberitahu keputusanku.

Kamis, 06 November 2008

BioData

Siang itu pekerjaan kantor sedang menumpuk, belum lagi harus membantu Mas Zubed untuk membuat persiapan teknis untuk rapat dengan anggota DPRD, Pemda dan LSM lainnya. Tiba-tiba telpon kantor berdering. Dengan cepat kuangkat.
" Daya Prosumen Mandiri, selamat siang.." kataku .
"Assalaamu'alaikum. Bisa bicara dengan Mbak Yubaidah.." sebuah suara yang sangat kukenal terdengar di ujung telpon.
" Wassalamu'alaikum warahmatullah. Saya sendiri. Ini Bu Iftah ya.." jawabku.
"Iya . Bisa tidak nanti sore anti ke rumah. Ada yang ingin saya bicarakan.."
" Insyaa Allah Bu..." jawabku. Setelah telpon ditutup aku jadi bertanya-tanya kira-kira ada apa kok Bu Iftah ingin mengajakku bicara sore ini juga. Padahal besok Jumat aku juga ke rumahnya. Jangan-jangan ada masalah serius denganku...tapi tentang apa. Bingung deh.


*****
Sorenya aku segera memacu 'musashi'-bebek tuaku yang jago ngadat ke rumah Bu Iftah di Minomartani. Sesampai di sana ternyata anak-anak Bu Iftah sedang sakit, beliau tampak agak repot. Aku menawarkan diri untuk membantu tapi tampaknya beliau ingin cepat-cepat bicara.
" Mbak Ubai, kenal dengan Fikri Abdurachman tidak ??" tanyanya setelah kami duduk di ruang tamunya. Fikri Abdurachman, rasanya aku pernah dengar nama anak itu. Oh ya, aku ingat dia pengurus KAMMI Komisariat UGM.
" Tahu sih iya Mbak tapi kenal secara langsung tidak.." Aku memang pernah beberapa kali ada dalam satu forum dengan Fikri tapi tidak pernah bicara secara pribadi. Wajahnya saja sudah agak lupa kayak apa.
"Ada pa sih Mbak. Urusan dakwah kampus ya ??" tanyaku menebak. Setahuku Fikri sudah lulus dan tidak berdomisili di Jogja lagi.
Bu Iftah hanya tersenyum sambil mengulurkan amplop putih padaku.
"Ini biodata Fikri Abdurachman. Lihat dulu dan istikharah. Kalau ada kemantapan untuk lanjut ta'aruf nanti bilang ke saya..."
Aku terkejut. Biodata???
"Saya kasih waktu 2 minggu ya agar tidak kelamaan..Bismillah aja ya.." Saya mengangguk sambil terbengong-bengong. Jujur saja saya belum siap untuk ta'aruf. Dan Fikri Abdurachman ?? Saya tidak tahu banyak tentangnya..Saya harus jadi detektif nih untuk mengorek keterangan tentang Fikri. Teman-teman tak boleh sampai ada yang tahu. Iya kalau nanti lanjut kalo gak kan tengsin..


Rabu, 05 November 2008

Kisah Nabi Musa as

Musa ‘Alaihis Salam merupakan Nabi Bani Israil teragung. Syari’at dan kitabnya, Taurat, merupakan rujukan seluruh nabi-nabi dari kalangan Bani Israil dan ulama mereka. Pengikut beliau, juga termasuk yang terbanyak setelah ummat Nabi Muhammad Shallallaahu alaihi wa Sallam. Beliau lahir saat Fir’aun melakukan penindasan yang sadis terhadap Bani Israil. Bayi laki-laki mereka yang baru lahir dibunuh dan kaum wanita ditindas dengan menjadikannya sebagai pengabdi kaum laki-laki dan sasaran penghinaan.

Ketika lahir, ibunda beliau merasa was-was, khawatir anaknya jatuh ke tangan Fir’aun, sebab hal itu bukan mustahil terjadi, mengingat penguasa yang diktator ini banyak mengirim mata-matanya ke seluruh penjuru negeri, khususnya untuk menyelidiki aktivitas kaum wanita Bani Israil yang hamil dan jenis kelamin bayi-bayi mereka yang lahir. Dan apabila yang ditemukan adalah bayi laki-laki, maka dibunuh.

Secara kebetulan, rumah keluarga beliau ditakdirkan Alloh Subhanahu wa Ta’ala terletak di dataran yang menjorok ke Sungai Nil. Alloh Subhanahu wa Ta’ala memberikan ilham kepada ibundanya, agar meletakkan sang anak ke dalam peti, lalu dihanyutkan ke laut, sembari mengikatnya dengan tali agar tidak dibawa oleh arus air yang deras. Tetapi, sebagai kasih sayang Allah terhadap ibundanya, Alloh Subhanahu wa Ta’ala mewahyukan kepadanya, yang artinya “Dan kami ilhamkan kepada ibu Musa ; “Susuilah dia dan apabila kamu khawatir terhadapnya maka jatuhkanlah dia ke sungai (Nil). Dan janganlah kamu khawatir dan jangan (pula) bersedih hati, karena sesungguh-nya Kami akan mengembalikannya kepadamu, dan menjadikannya (salah seorang) dari para rasul”. (QS: Al-Qashash: 7)

Pada suatu hari, tatkala sang ibu menghayutkan peti yang berisi sang bayi tersayang ke laut, tiba-tiba tali pengikatnya lepas, sehingga terbawa oleh arus. Rupanya, Alloh Subhanahu wa Ta’ala menakdirkan peti tersebut jatuh ke tangan keluarga Fir’aun, kemudian diserahkan kepada isteri Fir’aun, Asiah.

Saat melihat rupa bayi tersebut, dia sangat senang sekali. Alloh Subhanahu wa Ta’ala telah menumbuhkan rasa cinta di hati orang-orang terhadapnya, sehingga berita tentangnya pun tersiar ke seluruh pelosok negeri. Juga, tak ayal berita itu pun sampai ke telinga Fir’aun lalu dia mengirimkan bala tentara untuk menyelidiki dan membunuhnya. Namun, sang istri yang baik hati, memintanya agar tidak membunuh sang anak, sebab dia begitu menyenangkan dan siapa tahu kelak bisa berguna dan benar-benar menjadi anak mereka berdua. Karena bujukan sang istri, sang bayi itu pun selamat dari pembunuhan.

Saat yang sama istri Fir’aun sendiri cepat tanggap dalam memberikan layanan terhadap sang bayi. Dia mengundang para penyusu bayi dari pelosok negeri dan meminta mereka mencoba untuk menyusui sang anak, tetapi tak satu pun dari mereka yang bisa melakukannya. Karena bingung, mereka membawanya ke luar untuk berjalan-jalan dan berharap Alloh Subhanahu wa Ta’ala mempertemukannya dengan seseorang yang tepat. Dan akhirnya, melalui saudara perempuan Nabi Musa ‘Alaihis Salam sendiri ia menemukan penyusu yang (juga) tak lain adalah ibu kandung sang bayi.

Terkait dengan kisah Nabi Musa ‘Alaihis Salam, di sini akan dipaparkan lima belas pelajaran penting yang dapat dipetik dari sekian banyak pelajaran penting lainnya. Diantara pelajaran-pelajaran tersebut adalah:

  1. Kasih sayang Alloh Subhanahu wa Ta’ala terhadap ibu nabi Musa ‘Alaihis Salam. Di antara tanda-tanda kasih sayang tersebut: Pertama, Alloh Subhanahu wa Ta’alaSubhanahu wa Ta’ala menyelamatkan anak kesayang-annya yang dibawa arus Sungai Nil. Kedua, Alloh Subhanahu wa Ta’ala menyampaikan berita gembira bahwa Dia akan mengem-balikan sang anak ke pangkuan ibundanya lagi. Ketiga, Alloh Subhanahu wa Ta’ala telah mengharamkan air susu wanita-wanita penyusu lainnya masuk ke mulut anaknya yakni sang bayi, padahal dia sangat membutuhkan air susu tersebut. memberikan ilham kepada ibunda Nabi Musa, sehingga dengan cara itu Alloh
  2. Bahwa tanda-tanda yang diberikan oleh Allah dan pelajaran yang dapat diambil dari umat-umat terdahulu hanya bisa diraih oleh orang-orang yang beriman, sebagaimana Alloh Subhanahu wa Ta’ala berfirman, yang artinya: “Kami membacakan kepadamu sebagian dari kisah Musa dan Fir’aun dengan benar untuk orang-orang yang beriman”. (QS: Al-Qashash: 3)
  3. Bahwa apabila Alloh Subhanahu wa Ta’ala menghendaki sesuatu, Alloh Subhanahu wa Ta’ala akan menyediakan sebab-sebabnya dan akan mendatang-kannya secara bertahap, bukan sekaligus.
  4. Umat yang lemah betapa pun kondisi lemahnya, tidak semestinya diliputi oleh kemalasan di dalam merebut kembali hak-haknya, apalagi sampai berputus asa untuk meraih hal yang lebih tinggi, khususnya bila kondisi mereka terzhalimi.
  5. Bahwa selama umat ini terhina dan tertindas, namun tidak bergerak menuntutnya, maka tidak mungkin dapat menjalankan urusan agamanya secara bebas. Demikian pula dengan urusan duniawinya.
  6. Bahwa ketakutan yang bersifat alami terhadap makhluk, tidak menafi-kan keimanan, apalagi menghilangkan-nya. Hal inilah yang terjadi terhadap Ibunda Musa dan Musa sendiri.
  7. Bahwa iman bisa bertambah dan berkurang berdasarkan firman Alloh Subhanahu wa Ta’ala, yang artinya: “Sesungguhnya hampir saja ia menyatakan rahasia tentang Musa, seandainya tidak Kami teguhkan hatinya, supaya ia termasuk orang-orang yang percaya (kepada janji Allah)” (QS: Al-Qashash: 10)
    Yang dimaksud dengan iman di dalam ayat ini adalah bertambah ketentramannya.
  8. Di antara nikmat Alloh Subhanahu wa Ta’ala yang paling besar terhadap seorang hamba adalah bersemayamnya kamantapan di dalam dirinya, saat menghadapi hal-hal yang merisaukan dan menakutkan, sebab keimanan dan pahala yang bertambah memungkinkannya untuk mengung-kapkan perkataan yang benar dan tindakan yang tepat, sehingga pandangan dan pikirannya semakin mantap.
  9. Meskipun seorang hamba sudah mengetahui bahwa Qadha’ dan Taqdir Alloh Subhanahu wa Ta’ala adalah haq dan janji-Nya pasti akan terjadi, namun dia tidak boleh mengecilkan arti sebuah usaha yang dapat berguna baginya dan bisa menjadi sebab keberhasilannya di dalam mencapai usaha tersebut. Usaha yang dilakukan ibu Nabi Musa adalah mengutus saudara perempuannya, agar mencari dimana keberadaan bayi Nabi Musa.
  10. Kisah Nabi Musa ‘Alaihis Salam mengisyaratkan dibolehkannya wanita keluar rumah untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Demikian pula, dibolehkan baginya berbicara dengan kaum lelaki bilamana tidak terdapat kendala dan bahaya. Hal ini pernah dilakukan oleh saudara perempuan Nabi Musa dan kedua anak perempuan Nabi Syu’aib ‘Alaihis Salam.
  11. Syari’at umat terdahulu juga berlaku terhadap ummat ini, manakala di dalam syari’at kita tidak ada yang menghapus hukumnya. Indikasinya, tindakan ibunda Musa mengambil upah menyusui anaknya sendiri dari keluarga Fir’aun. Tindakan ini dibolehkan juga dalam syari’at kita karena tidak ada dalil yang menghapus hukumnya.
  12. Bahwa membunuh seorang kafir yang sudah memiliki ikatan dalam suatu perjanjian atau adat, adalah tidak boleh. Ini dapat dipahami dari penyesalan yang ditampakkan oleh Nabi Musa saat secara tidak disadari-nya telah membunuh seorang Qibthiy. Beliau memohon ampun dan bertaubat kepada Alloh Subhanahu wa Ta’ala atas perbuatannya tersebut.
  13. Manakala khawatir diri akan binasa dengan cara sewenang-wenang (tanpa haq) bila menetap di suatu tempat, maka hendaknya tidak nekad tinggal di sana dan menyerah dengan kondisi tersebut.
  14. Bila harus melakukan suatu pilihan terpahit antara dua hal yang sama-sama dapat menimbulkan kerusakan, maka wajib untuk melakukan hal yang lebih ringan dan aman di antara keduanya sehingga dengan begitu, dapat mencegah timbulnya hal yang paling fatal dan berbahaya dari salah satu yang lainnya. Di dalam hal ini, Nabi Musa ‘Alaihis Salam memilih melarikan diri menuju ke sebagian negeri yang amat jauh dan tidak pernah dilalui sebelumnya. Tentu, pilihan ini lebih menjanjikan dan selamat, meskipun pahit ketimbang tetap tinggal di Mesir.
  15. Dalam kisah Nabi Musa ‘Alaihis Salam terdapat suatu isyarat yang manis, terkait dengan seorang penuntut ilmu syar’i atau katakanlah seorang Mujtahid. Yakni, bahwa bila tidak dapat menentukan mana di antara dua pendapat yang lebih kuat padahal sudah berusaha semaksimal mungkin dan dengan niat yang ikhlas lillahi ta’ala, maka hendaknya meminta petunjuk kepada Rabb agar dibimbing dalam menentukan antara dua pendapat tersebut. Kondisi inilah yang dihadapi oleh Musa ‘Alaihis Salam tatkala sampai di kota Madyan dimana dia tidak dapat menentukan jalur mana yang harus dilaluinya. Beliau berdo’a melalui firman Alloh Subhanahu wa Ta’ala, yang artinya: “Mudah-mudahan Rabbku memimpinku ke jalan yang benar”. (QS: Al-Qashash: 22)

Demikian diantara pelajaran-pelajaran yang dapat dipetik dari kisah Nabi Musa ‘Alaihis Salam di dalam surat al-Qashash khususnya, dan di dalam al-Qur’an umumnya.

(Sumber Rujukan: Qashash Al-Anbiya; fushul fî dzikri ma qashsha-llahu ‘alaina fi kitabihi min Akhbar al-Anbiya’ maa Aqwamihim” , karya Syaikh ‘Abdurrahmân bin Nashir as-Sa’diy, dengan sedikit perubahan dan tambahan)


Dicopy dari http://arsipsiroh.wordpress.com/2007/06/27/pelajaran-dari-siroh-nabi-musa-alaihis-salam-2/

Kisah Nabi Musa as

Musa ‘Alaihis Salam merupakan Nabi Bani Israil teragung. Syari’at dan kitabnya, Taurat, merupakan rujukan seluruh nabi-nabi dari kalangan Bani Israil dan ulama mereka. Pengikut beliau, juga termasuk yang terbanyak setelah ummat Nabi Muhammad Shallallaahu alaihi wa Sallam. Beliau lahir saat Fir’aun melakukan penindasan yang sadis terhadap Bani Israil. Bayi laki-laki mereka yang baru lahir dibunuh dan kaum wanita ditindas dengan menjadikannya sebagai pengabdi kaum laki-laki dan sasaran penghinaan.

Ketika lahir, ibunda beliau merasa was-was, khawatir anaknya jatuh ke tangan Fir’aun, sebab hal itu bukan mustahil terjadi, mengingat penguasa yang diktator ini banyak mengirim mata-matanya ke seluruh penjuru negeri, khususnya untuk menyelidiki aktivitas kaum wanita Bani Israil yang hamil dan jenis kelamin bayi-bayi mereka yang lahir. Dan apabila yang ditemukan adalah bayi laki-laki, maka dibunuh.

Secara kebetulan, rumah keluarga beliau ditakdirkan Alloh Subhanahu wa Ta’ala terletak di dataran yang menjorok ke Sungai Nil. Alloh Subhanahu wa Ta’ala memberikan ilham kepada ibundanya, agar meletakkan sang anak ke dalam peti, lalu dihanyutkan ke laut, sembari mengikatnya dengan tali agar tidak dibawa oleh arus air yang deras. Tetapi, sebagai kasih sayang Allah terhadap ibundanya, Alloh Subhanahu wa Ta’ala mewahyukan kepadanya, yang artinya “Dan kami ilhamkan kepada ibu Musa ; “Susuilah dia dan apabila kamu khawatir terhadapnya maka jatuhkanlah dia ke sungai (Nil). Dan janganlah kamu khawatir dan jangan (pula) bersedih hati, karena sesungguh-nya Kami akan mengembalikannya kepadamu, dan menjadikannya (salah seorang) dari para rasul”. (QS: Al-Qashash: 7)

Pada suatu hari, tatkala sang ibu menghayutkan peti yang berisi sang bayi tersayang ke laut, tiba-tiba tali pengikatnya lepas, sehingga terbawa oleh arus. Rupanya, Alloh Subhanahu wa Ta’ala menakdirkan peti tersebut jatuh ke tangan keluarga Fir’aun, kemudian diserahkan kepada isteri Fir’aun, Asiah.

Saat melihat rupa bayi tersebut, dia sangat senang sekali. Alloh Subhanahu wa Ta’ala telah menumbuhkan rasa cinta di hati orang-orang terhadapnya, sehingga berita tentangnya pun tersiar ke seluruh pelosok negeri. Juga, tak ayal berita itu pun sampai ke telinga Fir’aun lalu dia mengirimkan bala tentara untuk menyelidiki dan membunuhnya. Namun, sang istri yang baik hati, memintanya agar tidak membunuh sang anak, sebab dia begitu menyenangkan dan siapa tahu kelak bisa berguna dan benar-benar menjadi anak mereka berdua. Karena bujukan sang istri, sang bayi itu pun selamat dari pembunuhan.

Saat yang sama istri Fir’aun sendiri cepat tanggap dalam memberikan layanan terhadap sang bayi. Dia mengundang para penyusu bayi dari pelosok negeri dan meminta mereka mencoba untuk menyusui sang anak, tetapi tak satu pun dari mereka yang bisa melakukannya. Karena bingung, mereka membawanya ke luar untuk berjalan-jalan dan berharap Alloh Subhanahu wa Ta’ala mempertemukannya dengan seseorang yang tepat. Dan akhirnya, melalui saudara perempuan Nabi Musa ‘Alaihis Salam sendiri ia menemukan penyusu yang (juga) tak lain adalah ibu kandung sang bayi.

Terkait dengan kisah Nabi Musa ‘Alaihis Salam, di sini akan dipaparkan lima belas pelajaran penting yang dapat dipetik dari sekian banyak pelajaran penting lainnya. Diantara pelajaran-pelajaran tersebut adalah:

  1. Kasih sayang Alloh Subhanahu wa Ta’ala terhadap ibu nabi Musa ‘Alaihis Salam. Di antara tanda-tanda kasih sayang tersebut: Pertama, Alloh Subhanahu wa Ta’ala memberikan ilham kepada ibunda Nabi Musa, sehingga dengan cara itu Alloh Subhanahu wa Ta’ala menyelamatkan anak kesayang-annya yang dibawa arus Sungai Nil. Kedua, Alloh Subhanahu wa Ta’ala menyampaikan berita gembira bahwa Dia akan mengem-balikan sang anak ke pangkuan ibundanya lagi. Ketiga, Alloh Subhanahu wa Ta’ala telah mengharamkan air susu wanita-wanita penyusu lainnya masuk ke mulut anaknya yakni sang bayi, padahal dia sangat membutuhkan air susu tersebut.
  2. Bahwa tanda-tanda yang diberikan oleh Allah dan pelajaran yang dapat diambil dari umat-umat terdahulu hanya bisa diraih oleh orang-orang yang beriman, sebagaimana Alloh Subhanahu wa Ta’ala berfirman, yang artinya: “Kami membacakan kepadamu sebagian dari kisah Musa dan Fir’aun dengan benar untuk orang-orang yang beriman”. (QS: Al-Qashash: 3)
  3. Bahwa apabila Alloh Subhanahu wa Ta’ala menghendaki sesuatu, Alloh Subhanahu wa Ta’ala akan menyediakan sebab-sebabnya dan akan mendatang-kannya secara bertahap, bukan sekaligus.
  4. Umat yang lemah betapa pun kondisi lemahnya, tidak semestinya diliputi oleh kemalasan di dalam merebut kembali hak-haknya, apalagi sampai berputus asa untuk meraih hal yang lebih tinggi, khususnya bila kondisi mereka terzhalimi.
  5. Bahwa selama umat ini terhina dan tertindas, namun tidak bergerak menuntutnya, maka tidak mungkin dapat menjalankan urusan agamanya secara bebas. Demikian pula dengan urusan duniawinya.
  6. Bahwa ketakutan yang bersifat alami terhadap makhluk, tidak menafi-kan keimanan, apalagi menghilangkan-nya. Hal inilah yang terjadi terhadap Ibunda Musa dan Musa sendiri.
  7. Bahwa iman bisa bertambah dan berkurang berdasarkan firman Alloh Subhanahu wa Ta’ala, yang artinya: “Sesungguhnya hampir saja ia menyatakan rahasia tentang Musa, seandainya tidak Kami teguhkan hatinya, supaya ia termasuk orang-orang yang percaya (kepada janji Allah)” (QS: Al-Qashash: 10)
    Yang dimaksud dengan iman di dalam ayat ini adalah bertambah ketentramannya.
  8. Di antara nikmat Alloh Subhanahu wa Ta’ala yang paling besar terhadap seorang hamba adalah bersemayamnya kamantapan di dalam dirinya, saat menghadapi hal-hal yang merisaukan dan menakutkan, sebab keimanan dan pahala yang bertambah memungkinkannya untuk mengung-kapkan perkataan yang benar dan tindakan yang tepat, sehingga pandangan dan pikirannya semakin mantap.
  9. Meskipun seorang hamba sudah mengetahui bahwa Qadha’ dan Taqdir Alloh Subhanahu wa Ta’ala adalah haq dan janji-Nya pasti akan terjadi, namun dia tidak boleh mengecilkan arti sebuah usaha yang dapat berguna baginya dan bisa menjadi sebab keberhasilannya di dalam mencapai usaha tersebut. Usaha yang dilakukan ibu Nabi Musa adalah mengutus saudara perempuannya, agar mencari dimana keberadaan bayi Nabi Musa.
  10. Kisah Nabi Musa ‘Alaihis Salam mengisyaratkan dibolehkannya wanita keluar rumah untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Demikian pula, dibolehkan baginya berbicara dengan kaum lelaki bilamana tidak terdapat kendala dan bahaya. Hal ini pernah dilakukan oleh saudara perempuan Nabi Musa dan kedua anak perempuan Nabi Syu’aib ‘Alaihis Salam.
  11. Syari’at umat terdahulu juga berlaku terhadap ummat ini, manakala di dalam syari’at kita tidak ada yang menghapus hukumnya. Indikasinya, tindakan ibunda Musa mengambil upah menyusui anaknya sendiri dari keluarga Fir’aun. Tindakan ini dibolehkan juga dalam syari’at kita karena tidak ada dalil yang menghapus hukumnya.
  12. Bahwa membunuh seorang kafir yang sudah memiliki ikatan dalam suatu perjanjian atau adat, adalah tidak boleh. Ini dapat dipahami dari penyesalan yang ditampakkan oleh Nabi Musa saat secara tidak disadari-nya telah membunuh seorang Qibthiy. Beliau memohon ampun dan bertaubat kepada Alloh Subhanahu wa Ta’ala atas perbuatannya tersebut.
  13. Manakala khawatir diri akan binasa dengan cara sewenang-wenang (tanpa haq) bila menetap di suatu tempat, maka hendaknya tidak nekad tinggal di sana dan menyerah dengan kondisi tersebut.
  14. Bila harus melakukan suatu pilihan terpahit antara dua hal yang sama-sama dapat menimbulkan kerusakan, maka wajib untuk melakukan hal yang lebih ringan dan aman di antara keduanya sehingga dengan begitu, dapat mencegah timbulnya hal yang paling fatal dan berbahaya dari salah satu yang lainnya. Di dalam hal ini, Nabi Musa ‘Alaihis Salam memilih melarikan diri menuju ke sebagian negeri yang amat jauh dan tidak pernah dilalui sebelumnya. Tentu, pilihan ini lebih menjanjikan dan selamat, meskipun pahit ketimbang tetap tinggal di Mesir.
  15. Dalam kisah Nabi Musa ‘Alaihis Salam terdapat suatu isyarat yang manis, terkait dengan seorang penuntut ilmu syar’i atau katakanlah seorang Mujtahid. Yakni, bahwa bila tidak dapat menentukan mana di antara dua pendapat yang lebih kuat padahal sudah berusaha semaksimal mungkin dan dengan niat yang ikhlas lillahi ta’ala, maka hendaknya meminta petunjuk kepada Rabb agar dibimbing dalam menentukan antara dua pendapat tersebut. Kondisi inilah yang dihadapi oleh Musa ‘Alaihis Salam tatkala sampai di kota Madyan dimana dia tidak dapat menentukan jalur mana yang harus dilaluinya. Beliau berdo’a melalui firman Alloh Subhanahu wa Ta’ala, yang artinya: “Mudah-mudahan Rabbku memimpinku ke jalan yang benar”. (QS: Al-Qashash: 22)

Demikian diantara pelajaran-pelajaran yang dapat dipetik dari kisah Nabi Musa ‘Alaihis Salam di dalam surat al-Qashash khususnya, dan di dalam al-Qur’an umumnya.

(Sumber Rujukan: Qashash Al-Anbiya; fushul fî dzikri ma qashsha-llahu ‘alaina fi kitabihi min Akhbar al-Anbiya’ maa Aqwamihim” , karya Syaikh ‘Abdurrahmân bin Nashir as-Sa’diy, dengan sedikit perubahan dan tambahan)


Dicopy dari http://arsipsiroh.wordpress.com/2007/06/27/pelajaran-dari-siroh-nabi-musa-alaihis-salam-2/

Senin, 03 November 2008

Perempuan yang Asing dengan Lelakinya

"Mungkinkah pernikahan ini sudah tak bisa dipertahankan ya Mbak..??.." perempuan itu bertanya sembari menyeka airmata yang membasahi wajah.
Saya diam, tak mau berkomentar sebelum seluruh cerita meluncur dari bibirnya sendiri. Melihat saya diam dia mulai bercerita.
" Sekarang saya makin asing dengan suami saya...hubungan kami sudah hambar. Tak ada lagi kehangatan, kemesraan atau pun keromantisan.." Dia tergugu lagi. Saya pegang tangannya. Jangan-jangan ada orang ketiga di rumah tangganya batin saya. Melihat tatapan saya seolah dia bisa menebak pikiran saya, perempuan itu menggeleng.
"Tak ada orang ketiga ..setidaknya itu yang saya tahu. Mungkin suami saya kecewa atau bosan dengan saya atau malah dia menyesal menikahi saya.."
" Dia memang tak pernah mengungkapkan secara lisan tapi sikapnya Mbak..sikapnya sangat menyakitkan. Seharian dia kerja. Kalau sudah di rumah dia akan sibuk bermain dengan anak-anak. Ketika anak - anak sudah tidur dia akan asyik berselancar di internet atau nonton film. Sering dia pulang terlambat dengan berbagai alasan yang mungkin masuk akal. Rapat organisasi, ketemu teman, lembur....Seolah dia tenggelam dengan dunianya dan tak ada sedikit pun waktu untuk saya bahkan hanya sekedar mengobrol. Dulu Mbak setiap pulang dari kantor dia akan bercerita pada saya tentang berbagai hal. Teman-temannya di kantor, pekerjaan, pasti selalu ada topik seru. Sekarang kalau saya tidak mulai bicara maka dia akan diam saja. Paling bicara seputar anak dan kewajiban finansial. Saat saya bilang padanya ' ngobrol yuk ' dia kan menjawab ' kalau mau ngobrol bunda bicara saja duluan '. Jawaban itu melukai saya Mbak. Seolah dia tidak butuh ngobrol dengan saya..." Banjir air mata perempuan itu makin deras . Saya ulurkan tissue dan dengan cepat diambilnya tissue itu untuk menyeka air matanya.
" Sekarang tak pernah ada lagi pelukan hangat dan ciuman mesra setiap dia akan ke kantor. Ya..hubungan biologis kami memang masih berjalan walau dengan intensitas kecil. Dia hanya mendatangi saya ketika dia butuh penyaluran biologis. Setidaknya untuk satu hal ini saya bersyukur karena dia tidak mencari penyaluran di tempat lain. Mbak..apa yang harus saya lakukan..."
Baru saja mulut saya akan membuka untuk bicara dia sudah menyahut.
"Sudahlah Mbak..saya tahu Mbak mau bicara apa. Saya harus instropeksi kan...karena porsi terbesar penyebab nya pasti saya..Iya Mbak saya sadar kok. Saya ini orangnya terlalu possesif, egois, menang sendiri. Tak ada yang bisa dibanggakan dari saya. Kerja tidak tapi urusan rumah tangga keteteran....."
Saya hanya terdiam. Perempuan itu tidak menginginkan saran saya. Dia hanya butuh didengar.